Kewarganegaraan
“Kebebasan
berpendapat dalam kasus Mochamad
Feri Kuntoro”
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami
panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa Yang
Menggenggam Jiwa Manusia dan Maha Berkehendak atas segala Cinta-Nya
penyusunan karya ilmiah ini dapat
diselesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya, bahwa tanpa dukungan dari
banyak pihak khususnya dari pembimbing. Untuk itu kami menyampaikan ungkapan banyak
terima kasih kepada berbagai pihak, khususnya :
1. Ibu
Prof. Dr. E. S Margianti, S.E., M.M selaku Rektor Universitas Gunadarma
2. Ibu
Ina selaku dosen pembimbing mata kuliah
3. Orang
tua kami tercinta, yang telah memberikan kami dukungan sepenuhnya dalam membuat
makalah ini.
4. Teman
– teman kami yang telah memberikan dukungan materil dan non materil.
Kami berharap dengan adanya
penulisan ilmiah ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak, khusunya bagi para pembaca dalam menambah
wawasan tentang
perkenalan kredit.
Dalam pembuatan makalah ini, kami
menyadari adanya kelemahan dan kekurangan, maka dari itu saran dan kritik yang
bersifat membangun sangatlah diperlukan agar makalah ini dapat menjadi lebih baik.
Semoga amal baik
yang kami terima akan dibalas oleh Tuhan Yang Maha Segalanya,
Amien.
Bekasi, 28 Maret 2012
Abstrak
Liberalisasi sektor telekomunikasi yang terjadi sejak tahun 1999 di
Indonesia melalui Undang-Undang No. 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi,
ternyata mampu merubah struktur persaingan industri telekomunikasi. Perubahan
paradigma telekomuniasi membawa konsekuensi logis khususnya persaingan bisnis
service provider dan content provider.
Begitu pula dengan eksternalitas yang ditimbulkannya, seperti kasus
’pencurian’ pulsa. Hingga Juni tahun 2011 sebesar 46,7% dari pengaduan jasa
telekomunikasi merupakan kasus tersebut melalui short message service.
Badan Regulasi Telekomuniasi Indonesia selaku otoritas pengawasan memiliki
peran besar dalam hal ini. Namun demikian peran asosiasi, service provider,
content provider, dan pemerintah juga penting untuk mendukung layanan
telekomunikasi yang fair dan bermanfaat bagi masyarakat, serta tidak memihak
hanya kepada kepentingan operator ponsel.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Perkembangan
teknologi telekomunikasi dan informasi yang demikian pesat telah mendorong
peran strategisnya sebagai modal dasar pembangunan. Teknologi telekomunikasi
dan informasi memiliki peran yang fundamental, yaitu:
(1) menyediakan akses dan mengorganisasikan
data, informasi, dan pengetahuan dalam
(2) mempercepat dan mereduksi biaya transaksi
dan produksi pada seluruh kegiatan perekonomian
(3)
membentuk hubungan langsung antar manusia, komunitas, perusahaan, pemerintah,
dan organisasi (internetworking). Terbentuknya hubungan tersebut
mendorong terjadinya kolaborasi, partisipasi, dan koordinasi, sehingga
masing-masing pihak yang terhubung akan memperoleh manfaatnya.
Pertumbuhan
teledensitas Indonesia tahun 2004 hingga 2008 menunjukkan bahwa pertumbuhan fixed
line sebesar 156%, seluler sebesar 358 %, dan pengguna internet sebesar 101
%. Pertumbuhan yang fenomenal dari seluler tersebut merupakan dampak dari, perubahan
pola konsumsi dari feature phones menjadi smartphones (gadget multifungsi),
paket internet, harga ponsel yang semakin murah dan perubahan sosial budaya
seperti simbol kelas masyakarat, penunjang bisnis, dan pengubah batas sosial
masyarakat. Bahkan berkembangnya jaman, tak sedikit orang yang memanfaatkannya
untuk tindakan criminal.
Untuk kami
akan membahas kasus mengenai pencurian
pulsa dan Mochamad
Feri Kuntoro, salah satu korbannya.
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA
BERFIKIR
A.
Landasan
Teori
Liberalisasi
sektor telekomunikasi yang terjadi sejak tahun 1999 di Indonesia, diawali
dengan Undang-Undang (UU) No. 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi, ternyata
mampu merubah struktur persaingan industri telekomunikasi. Perubahan struktur
industri tersebut juga mempengaruhi structur, conduct, dan performance
pelaku industri telekomunikasi. Pada awalnya struktur pasar telekomunikasi
adalah monopoli (Telkom), lalu menjadi duopoli (Telkom dan Indosat), dan
menjadi beberapa perusahaan telekomunikasi seperti sekarang (oligopoli). Hingga
saat ini tercatat lebih dari sepuluh operator telekomunikasi yang beroperasi,
baik Global System for Mobile Communications (GSM) maupun Code-Division
Multiple Access (CDMA).
B.
Kerangka Teori
Dengan
memahami perkembangan jaman yang kian melesat kita harus pandai memahami
teknologi yang ada, jangan hanya memilih dan memakainya.
BAB
III
PEMBAHASAN
A.
Kasus ‘Pencurian’ Pulsa Telepon Seluler
Jumlah
pelanggan ponsel tahun 2006 sekitar 63 juta dan pada tahun 2010 telah meningkat
hampir 350 % menjadi 211,1 juta pelanggan.
Operator Telkomsel, Indosat, dan XL-Axiata menguasai hampir 85 % dari total pelanggan ponsel. Jika
dilihat dari jenis pelanggan berdasarkan operator maka masih didomasi oleh
pelanggan prabayar, hal ini karena pertimbangan kemudahan mengontrol
penggunaan, nomimal prabayar lebih terjangkau, dan kemudahan menjadi pelanggan.
Kasus
‘pencurian’ pulsa ternyata banyak
dialami pelanggan prabayar tersebut. Pengaduan tentang jasa telekomunikasi
menduduki ranking pertama pengaduan yang diterima Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia (YLKI). Selama tiga tahun terakhir, hingga triwulan pertama tahun
2011, aduan telekomunikasi masih tetap menjadi peringkat pertama (17,9% dari 156 aduan). Hampir separuh
aduan telekomunikasi berkaitan layanan content provider (CP). Total
aduan hingga Juni tahun 2011 telah mencapai 39 aduan langsung dan 288 aduan
secara tertulis. Bahkan 46,7%
dari pengaduan jasa telekomunikasi tersebut merupakan kasus short messaging
service (SMS) ‘pencurian’ pulsa. Keluhan ‘pencurian’ pulsa ini juga
diterima Lingkar Studi Mahasiswa (Lisuma) Jakarta sebanyak 418 pengaduan. YLKI
di Jawa Timur juga telah mencatat terdapat 659 kasus ‘pencurian’ pulsa melalui
SMS, bahkan pertengahan tahun 2011 telah meningkat sebanyak 120 kasus dibanding
tahun 2009.
Secara
umum ada dua motif ‘pencurian’ pulsa, yaitu mendapatkan pulsa dan mendapatkan
uang/transfer. Modus operandi ‘pencurian’ pulsa biasanya melalui SMS. Beberapa
metode yang digunakan, yaitu:
(1) SMS ‘mama minta pulsa’
(2) SMS ‘Kredit Tanpa Agunan’
(3) SMS content premium yang
merupakan kerja sama resmi antara pihak penyelenggara telekomunikasi dan content.
Sebenarnya
layanan tersebut dilakukan dengan Perjanjian Kerja Sama yang di dalamnya
menyangkut hak dan kewajiban para pihak. Dalam pasal-pasal tersebut tidak
tertera adanya tindakan mengambil pulsa dengan cara menipu atau mencuri.
Modus
operandi kasus pertama sudah banyak ditinggalkan, sedangkan kasus ‘minta
transfer’ dimulai ketika pelanggan menerima SMS yang berisi permintaan untuk
mentransfer sejumlah uang ke rekening. Modus operandi yang kedua menurut analis
forensik digital, Gunaris, setidaknya ada tiga modus operandi ‘pencurian’
pulsa, yaitu (1) premium call. Modusnya pengguna telepon menerima SMS
premium, lalu pengguna telepon membalas SMS tersebut untuk mengecek dengan
memasukkan kode tertentu dalam rangka mengklaim bonus atau hadiahnya. Meskipun
jawabannya tidak sesuai permintaan, pulsa tetap terpotong, (2) pulsa ‘dicuri’
jika pengguna merespon game murah di TV seharga Rp 1.000. Format itu
sebenarnya bukan untuk membeli game, melainkan mendaftar pada content
tertentu, dan (3) pemilik content menelepon pengguna telepon dan
menawarkan content. Meskipun pemilik telepon tidak setuju mendaftar,
nomornya akan didaftarkan secara paksa dan pulsa dicuri.
B.
Korban Pencurian Pulsa
Mochamad Feri
Kuntoro, korban penyedotan pulsa, siap
menanggung risiko untuk terus melanjutkan proses pengungkapan kasus ini.
Pengungkapan kasusnya dinilai dapat menjadi kekuatan bagi masyarakat lain yang
juga menjadi korban untuk berani melaporkan dan memproses hukum praktik penyedotan
pulsa.
"Kami siap maju terus. Saya juga siap menerima risiko untuk kepentingan masyarakat banyak," kata Feri saat ditemui di Mabes Polri. Rabu, 9 November 2011.
Feri mendatangi kantor Bareskrim Polri untuk memenuhi surat panggilan menjadi saksi dalam kasus penyedotan pulsa. Feri datang dengan menggunakan kemeja garis-garis ungu gelap dan celana jin dengan semangat. Dia tersenyum seraya menunjukkan surat pemanggilan.
Kuasa Hukum Feri, David Tobing, menyatakan pemanggilan ini adalah bentuk keseriusan Mabes untuk mengungkap kasus penyedotan pulsa. "Semoga korban-korban lain di seluruh Indonesia tidak takut untuk melapor, bila memang punya bukti kuat," katanya.
Feri sendiri menyatakan dirinya hingga saat ini belum dan berharap tidak akan mendapat ancaman dari pihak manapun. Ia juga berharap kasus ini dapat menjadi pencerahan dan gerakan bersama untuk mengungkap kasus penyedotan pulsa.
Sebelumnya, Hendry Kurniawan, salah satu pelapor kasus dugaan pencurian pulsa ke Polda Metro Jaya, mendapatkan ancaman dan penganiayaan dari orang tak dikenal, awal November lalu.
Pertama
dilayangkan pada 1 November yang disertai penganiayaan di Terminal Pondok Labu
saat dirinya sedang menunggu angkutan umum. Hendry didatangi dua orang tak
dikenal memakai motor dan menggunakan helm yang menanyakan alasan membuat
laporan ke Polda Metro Jaya.
Pada 2 November 2011, Hendry mendapat ancaman lagi dari orang tidak dikenal. Hendry melaporkan kasus dugaan penyedotan pulsa pada pertengah Oktober 2011. David Tobing yang juga menjadi kuasa hukum Hendry menduga ancaman dan penganiayaan ini memang terkait laporan kasus dugaan pencurian pulsa. Akhirnya, Hendry melaporkan dugaan penganiayaan ini ke Polda Metro Jaya pada 4 November lalu. Hendry sendiri juga akan dipanggil Bareskrim Polri sebagai saksi seperti Feri hari ini.
Feri mengakui kerugian yang dialami tidak terlalu besar hanya Rp 450 ribu. Akan tetapi, masalah ini menjadi serius karena proses "unreg" menjadi sulit. Selain itu, persoalan ini juga tidak mendapat tanggapan dari pihak operator walaupun sudah dilaporkan.
Didit
Wijayanto Wijaya, kuasa hukum Muhammad Feri
Kuntoro, di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu
(10/12/2011) mengatakan, pihaknya akan melayangkan surat somasi kepada Telkomsel apabila
surat permintaan klarifikasi yang dilayangkan sebelumnya tidak dijawab dengan
baik. Feri ini mewakili pelanggan-pelanggan di masyarakat, ya. Intinya adalah,
kalau tidak ditanggapi dengan baik, akan disomasi. Sebelumnya, pihak kuasa
hukum Feri melayangkan surat permintaan klarifikasi sebanyak tiga kali terkait
dengan penyedotan pulsa terhadap dirinya.
Surat pertama
tanggal 28 November, tunggu tiga hari. Surat kedua tanggal 2 Desember,
tunggu tujuh hari. Surat ketiga tanggal 9 Desember, tunggu sampai tujuh hari ke
depan. Kasus kliennya itu sebetulnya bukan hal sulit. Berapa pemakaian pulsa
itu yang kami minta, billing itu haknya pelanggan, itu sudah diatur dalam
undang-undang.
Seperti diberitakan sebelumnya,
Muhammad Feri Kuntoro merupakan korban penyedotan pulsa melalui modus pesan
singkat berlangganan (registrasi) yang ditayangkan pada salah satu televisi
swasta. Kasus tersebut kini ditangani Badan Reserse Kriminal Mabes Polri
dan telah memeriksa beberapa saksi ahli meskipun belum menetapkan
tersangka. Pada kasus ini, polisi akan menggunakan Pasal 378 KUHP tentang
Penipuan, Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan, dan Pasal 362 KUHP tentang
Pencurian untuk Menjerat Tersangka. Tersangka juga dianggap melanggar Undang-Undang
Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen serta Peraturan Kominfo Nomor 1 Tahun 2009
tentang Penyelenggaraan Jasa Pesan Premium.
Korban kasus sedot pulsa, Feri
Kuntoro, yang melaporkan kasus ini ke kepolisian, telah beberapa kali
mendatangi Bareskrim Polri menanyakan dan meminta penyidik segera menetapkan
tersangka. Ia berpandangan polisi lambat menangani kasus ini kendati telah
menyerahkan sejumlah barang bukti, termasuk salinan tagihan telepon dari
Telkomsel yang dianggapnya janggal. Hal yang sama dirasakan korban sekaligus
pelapor lainnya, Hendry Kurniawan. Bahkan, pelapor yang juga sempat dianiaya
oleh pelaku yang diduga terkait kasus yang dilaporkannya di Lebak
Bulus Jakarta Selatan pada 1
November 2011 lalu ini, berencana mendatangi Bareskrim Polri pada Selasa (6/11/2011),
untuk menanyakan tindak lanjut kasus yang dilaporkannya.
C.
Pembahasan Undang-Undang
Dalam
kasus tersebut, dikatakan bahwa tersangka dianggap melanggar Undang-Undang
Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen serta Peraturan Kominfo Nomor 1 Tahun 2009
tentang Penyelenggaraan Jasa Pesan Premium.
Namun
kami akan membahas salah satu pasal yang terkait, yakni Undang-Undang
Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Sebagaimana terdapat dalam pasal yakni ;
Pasal 3
Teknologi
Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan berdasarkan asas kepastian
hukum, manfaat, kehati-hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih teknologi
atau netral teknologi.
Pasal 4
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik
dilaksanakan dengan tujuan
untuk:
a. mencerdaskan
kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;
b. mengembangkan
perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat;
c. meningkatkan
efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;
d. membuka
kesempatan seluas-luasnya kepada setiap Orang untuk memajukan pemikiran dan
kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal
mungkin dan bertanggung jawab; dan
e. memberikan
rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara
Teknologi Informasi.
Dijelaskan bahwa, penggunaan
elektronik dilaksanakan dengan asas kepastian hukum, beriktidat
baik,meningkatkan kecerdasan bangsa dalam hal telekomunkasi dan digunakan
secara aman dan adil. Namun dalam kasus ini, elektronik digunakan dalam cara
kejahatan.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Perubahan
paradigma telekomunikasi Indonesia harus menjadi peluang yang pontesial untuk
digunakan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bukan malah
dijadikan tindak kejahatan dan kecuranagn. Oleh sebab itu peran pemerintah,
BRTI, asosiasi, service provider, dan CP menjadi penting untuk
memfasilitasi penggunaan layanan telekomunikasi yang fair dan
bermanfaat, serta tidak memihak hanya kepada kepentingan operator ponsel. Lemahnya
peran BRTI dan kurangnya sosialisasi.
B.
Saran
·
Semoga pembaca senang
dapat membaca makalah ini dengan
baik.
·
Para pembaca lebih
cermat dan brhati-hati dalam penggunaan elektronika dan telekomunikasi
·
Semoga dapat
dijadikan bahan pertimbangan dalam penelitian sejenis
lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar